Kumpulan Makalah

KEJAHATAN TERORISME PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM KONTEMPORER DAN KUHP
PENDAHULUAN
Kejahatan atau kekerasan adalah suatu fenomena yang sering kita dengar dan lihat, baik di media massa maupun realitas yang ada di sekitar lingkungan dan masyarakat kita. Kejahatan adalah hal yang sulit dihilangkan dalam kehidupan, bahkan sejak zaman Rasulullah sampai para sahabat, tak terlepas dari adanya kejahatan yang timbul di zamannya. Al-Qur’an sendiri dengan tegas mengatur hukuman bagi orang-orang yang melakukan tindak kejahatan, tetapi tetap saja sulit untuk mencegah adanya kejahatan secara menyeluruh.
Kabar terbaru dan yang hangat dibicarakan, khalayak serta media massa dan elektronik yaitu terorisme. Bentuk kejahatan masal yang mengorbankan banyak nyawa tak berdosa. Pemerintah dan masyarakat bahu-membahu untuk memberantas danmencegah segala kemungkinan terjadinya tindakan terorisme.
Pada kesempatan kali ini, pemakalah diberikan kepercayaan untuk membahas tentang “Pidana Terorisme (Pendekatan Hukum pidana Islam Kontemporer dan KUHP)”.
Pemakalah akan mencoba membahas, terutama tentang hukuman yang akan diberikan pada pelaku terorisme berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang sudah ada, dan dari undang-undang negara yang berpedoman pada KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Semoga apa yang pemakalah sajikan dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri dan umumnya untuk kita semua, hal-hal yang kurang sempurna dan banyak kesalahan baik dalam penulisan maupun pembahasan, pemakalah memohon maaf yang sebesar-besarnya dan pemakalah menerima setiap komentar, kritik dan saran untuk dapat memperbaiki makalah ini yang pemakalah sadari penuh dengan kekurangan.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Terorisme
1.Pengertian Terorisme Dalam Islam
Untuk merumuskan pengertian terorisme dalam islam,pertama-tama harus mengetahui arti kata terorisme.Kata terorisme dapat dikualifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu: a.Teror berasal dari kata terror yang memiliki arti usaha untuk menciptakan ketakutan,kengerian dan kekejaman,baik itu dilakukan oleh seseorang maupun golongan. b.Terorisme adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut dan biasanya bertujuan politik. c.Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Secara etemologis tindakan terror disebut dengan Irhab,orangnya disebut Irhaby (teroris) ,sedangkan pahamnya disebut Irhabiyyah (terorisme). Terorisme/al-Irhab adalah sebuah kalimat yang terbangun diatasnya makna yang mempunyai bentuk (modus) beraneka ragam yang intinya adalah gerakan intimidasi atau terror atau gerakan yang menebarkan rasa takut kepada individu ataupun masyarakat yang sudah dalam keadaan aman dan tentram. Beberapa defenisi di atas,maka dadat dirumuskan bahwa dalam hukum islam kejahatan terorisme sama halnya dengan Jarimah Hirabah yaitu,gangguan keamana di jalan umum,secara etemologi Hirabah berarti memotong jalan (qot’ut tariq) yaotu pencuri,pembegal,atau perampok.Perampok atau pembegal sering pula diistilahkan sariqah qubro (pencurian besar) atau keluarnya gerombolan bersenjata di daerah islam untuk mengadakan kekacauan,pertumpahan darah,perampasan harta,mengoyak kehormatan,merusak tanaman,peternakan,citra agama,akhlak,ketentuan dan Undang-undang. Pengertian diatas memberikan indikasi bahwa terdapat persamaan unsur antara Jarimah Hirabah dengan tindakan Terorisme,unsure-unsur tersebut antara lain : a.Unsur kajahatan Hirabah yaitu : aksinya dilakukan dijalan umum dengan menggunakan senjata,adanya kekerasan dan ancaman,dilakukan secara terang-tarangan,mengganggu stabilitas keamanan. b.sedangkan unsur kejahatan terorisme meliputi : aksinya menngunakan senjata,dilakukan secara tak terduga,menggunakan terror disertai dengan kekerasan dan menimbulkan kerusakan di muka bumi. B. Dasar Hukum terorisme Jika terorisme ditinjau dari konteks tindak pidana,maka dalam hukum islam hal itu termasuk jarimah hirabah yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacauan dimasyarakat sehingga mengganggu ketentraman umum. Pengertian ini akan mencakup tindak pidana membuat kerusuhan ,menghasut orang lain agar melakukan tindak kekerasan, provokator, aktor intelektual koruptor kakap yang mengguncang perekonomian nasional dan tentunya peledakan bom, semua itu akan terkena delik hirabah. Dasar hukum jarimah hirabah adalah firman Allah SWT. Yang berbunyi dalam surat al-Maidah ayat 33, sebagai berikut: إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ Maksud ayat diatas, yang diperangi bukan Allah dan Rosul-Nya, tetapi orang orang yang menjadi kekasih Allah, yakni orang orang yang tidak berdosa menjadi korban akibat perbuatan seseorang, seperti pengeboman di Hotel, kafe,tempat ibadah dan lain lain. Dalam sejarah sanksi hirabah tidak selamanya diterapkan secara letterlijk, sebagaimana bunyi teks. Pengecualian diberlakukan juga dalam kasus ini,ketika dipahami ayat selanjutnya,yaitu ; إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ Ayat diatas menurut Ibnu Katsir dijelaskan diterimanya taubat seseorang dari hukuman sebagaimana ditentukan dalam surat al-Maidah ayat 33 sebelum perkaranya sampai pengadilan. Seperti pembebasan Ali al-asadi pada pemerintah Bani Ummayah. Ia membunuh, menakut-nakuti, merampas harta ,tetapi ia bertaubat ,setelah mendengar ayat illa lazina tabu min qablu antagdiru alaihim. Ia masuk masjid untuk solat subuh dan mendekati abu hurairah. Ketika itu Marwan bin Al-Hakam (wali kota madinah) datang di masjid dan berkata, “orang ini telah datang kepadaku dan bertaubat, maka tidak ada hak bagi siapapun untuk menangkap dan menghukumnya”. C. Unsur-unsur tindak pidana Suatu perbuatan dianggap suatu delik (jarimah) bila terpenuhi syarat dan rukun. Adapun rukun jarimah dapat dikategorikan menjadi dua : pertama, unsur umum, artinya unsur-unsur yang harus dipenuhi pada setiap jarimah. Kedua unsur khusus, unsur-unsur jarimah yang harus dipenuhi pada jarimah-jarimah tertentu. Unsur-unsur umum dari pada tindak pidana dalam hukum islam menurut Abdul Qadir Audah, dalam bukunya, “at-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, ada tiga yaitu: 1. Hendaknya ada nash yang mengancam tidak pidana ynag dapat menghukuminya, ini yang dinamakan dalam Undang-undang kita yang disebut unsur formil. 2. Melakukan perbuatan yang diancam dengan tindak pidana, baik dengan melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Inilah yang kita sebut dalam perundang-undangan kita sebagia unsur materiil. 3. Hendakanya pelaku pebuatan itu mukalaf atau bertanggung jawab pada perbuatan itu. Inilah ynag dalam perunadang-undangan kita disebut unsur moril. Unsur-unsur diatas tidak selamanya terlihat jelas dan terang, namun dikemukakan guna mempemudah dalam mengkaji persoalan-persoalan hukum pidana dalam segi kapan peristiwa itu terjadi. Unsur khusus, adalah unsur yang terdapat dalam jarimah tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jarimah dengan jarimah lainnya. Dalam hal ini penyusun membedakan antara unsur jarimah hirabah dengan dengan kejahatan terorisme yang diqiyaskan dengan jarimah hirabah. Unsur jarimah hirabah adalah keluarnya segerombolan orang dengan kekuatan bermaksud untuk mengambil harta secara paksa baik dilakukan oleh perorangan atau kelompok dan dilakukan jauh dari pertolongan. Sedangkan mengenai persyaratan jarimah hirabah terdapat beberapa persyaratan : 1. Syarat yang berkaitan dengan perbuatan a) Bahwasanya jarimah hirabah dilakukan dengan terang-terangan, yaitu pelaksanaannya secara terang-terangan mendatangi korban untuk dimintai hartanya dengan paksa. b) Adanya kekuatan atau kekuasaan untuk mengalahkan sekelompok orang. Iman Malik pengikut Hambali, Ibnu Hazm Abu Yusuf mendasarkan kekuatan pada senjata atau sejenisnya meski hany abersenjatakan tongkat dan kayu. Imam Syafi’i lebih menekannkan pada kekuasaan sehingga meski hanya dengan memukul atau meninju dapat dikenakan had hirabah. c) Apabila pelaku dalam aksinya mengambil harta, maka disyaratkan harta yang diambil itu adalah harta yang mencapai satu nisab. 2. Syarat berkaitan denga tempat a) Jarimah dilakukan diwilayah islam Sebagaimana dilakukan dalam teori tentang berlakunya hukum islam, bahwa syariat islam diterapkan atas jarimah-jarimah yang diprbuat di wilayah islam, dan apabila jarimah dilakukan di luar wilayah islam, baik dilakuakn oleh orang islam maupun orang zimi, menurut Imam Abu Hanifah tidak dapat dikenai had, hal ini dikarenakan penerapan syariat islam bukanlah merupakan ketundukan mereka terhadap hukum melainkan kewajiban Imam untuk menerapkannya di daerah mereka tidak wajib had. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, dan Zahiry, dalam dalam memberlakukan syariat islam atas semua jarimah adalah sama, baik diwilayah islam maupun di luar wilayah islam. Alasannya adalah bahwa antara jarimah yang dibuat yang dilakukan di negara islam dengan jarimah yang dilakukan di luar wilayah islam tidak ada perbedaan selama islam melarang perbuatan tersebut. Namun ketentuan had diluar wilayah islam hanya berlaku bagi muslim dan zimi. b) Betempat diluar kota Berdasarkan pada pengertian jarimah hirabah yang sama denga qot’un tariq (penyamun) maka mengenai ketentuan tempat dikalangan ulama’ berbeda pendapat apaka terbatas diluar kota atau tidak. Menurut ulama’ Hanafi suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai jarimah perampok apabila dilakukan diluar kota atau padang pasir, dan apabila dilakukan di dalam kota atau desa-desa baik dilakukan siang hari atau malam hari, menggunakan senjata atau tidak, hal tersebut tidak dapat dikategorika sebagai jarimah hirabah, hgal ini berdasarkan pada istihsan, biasanya penyamun dilakukan diluar kota sehingga apabila terjadi diluar kota atau desa maka perbuatan tersebut denga pertolongan dan perbuatan tersebut tidak disebut jarimah hirabah melainkan perampasan. Sedangkan muridnya Abu Yusuf mendasarkan pada qiyas, sehingga beliau tidak menentukan tempat terjadinya hirabah. Hal ini sependapat denga ulama’ yang lain seperti Malikiyah, sebagian ulama’ Syafi’iyah,Zahiriyah yang tidak membedakan tempat dilakukanya jarimah baik dikota atau didesa baik menggunakan senjata atau tidak,hal ini berdasarkan pada keumuman ayat mengenai jarimah hirabah.Dan imam malik menambahkan meskipun dengan pertolongan maka perbuatan ini dapat dikatakan sebagai jauh dari pertolongan.Dan menurut penulis pendapt yang terakhir yang dapat dijadikan Hujjah. 3. Syarat yang berkaitan dengan Pelaku a.Mukallaf Yaitu berakal dan Baligh,dan terhadap orang yang gila dan anak kecil tidak termasuk orang yang dikenakan Had. b.Laki-laki Dalam Riwayat yang masyhur pelaku jarimah hirabah disyaratkan laki laki ,dan seorang wanita tidak dapat dijatuhi had jika ia berserikat dengan orang lain dalam melakukan jarimah ini,dan tidak dihad bagi orang yang bersamanya(menurut asy-syafi’i,Ahmad dan Zahiri) 4. Syarat yang berkenaan dengan orang yang menjadi korban c) Orang,muslim ,disyaratkan bahwa pelaku baru dapat dikenai hirabah,apabila yang menjadi korban adalah muslim,karena harta atau jiwanya adalah ma’sum (terjaga). d) Antara Korban dan Pelaku tidak mempunyai Hubungan Darah. Kejahatan hirabah biasanya dilakukan Oleh Gerombolan orang,juga Kadang Kadang dilakukan oleh individu.Kejahatan ini Biasanya dilakukan dijalan umum atau diluar pemikiran korban,dilakukan secara terang terangan,dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.Dan yang pasti Perbuatan itu dilakukan Oleh orang Berakal dan dewasa .Dan Kaitan ini,kejahatan hirabah dikecualikan dari orang gila,anak anak yang melakukan kejahatan hirabah.kejahatan hirabah lebih berbahaya ketimbang pembunuhyansengaja,karena kesengajaan membunuh mungkin hanya sekedar membalas dendam.Kejahatan hirabah sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat,berbangsa dan bernegaara,jika kejahatn hirabah itu dilakukan secara sendirian,maka ia dapat mengacau seluruh isi negara dan jika dilakukan oleh banyak orang,maka ia dapat mengganggu stabilitas keamanan dan mereusak kepentingan umum serta menjadisebab segala kerusakan di muka bumi. Jarimah Hirabah juga dapat terjdi dalam kasus kasus sebagai berikut : 1) Suatu Aksi kekerasan untuk merampas harta masyarakat dengan melakukan gangguan keamanan sekalipun tidak jadi mengambil harta dan mereka juga tidak melakukan pembunuhan. 2) Suatu aksi kekerasan untuk merampas harta orang lain dan mereka tidak melakukan pembunuhan. 3) Suatu aksi kekerasan untuk merampas harta,tetapi,teryata mereka tidak melakukan pembunuhan walaupun tidak jadi merampas harta. 4) Suatu aksi kekeraasan untuk merampas harta ,sekaligus melakukan pembunuhan dan gangguan keamanan. Kejahatan Terorisme Diqiyaskan dengan jarimah Hirbah dalam hukum islam sebab kesamaan illat dan unsur unsurnya yang terdapat dalam kedua sistem hukum tersebut.adapun unsur –unsur tersebut antara lain : a) Unsur kejahatan Hirabah antara lain : Aaksinya dilakukan dijalan umum dengan menggunakan senjata,adanya kekerasan dan ancaman,dilakukan secara terang terangan,mengganggu stabilitas umum. b) Sedangkan kejahatan terorisme meliputi : aksinya menggunakan senjata,dilakukan secara tak terduga,menggunakan teror disertai dengan kekerasan dan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu ,jika terorisme dilihat dari konteks tindak pidana kejahatan terorisme sama dengan hirabah yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacauan di masyarakat sehingga mengganggu ketentraman umum atau ancaman dengan menakut nakuti yang dapat meresahkan keamanan masyarakat,misalnya ancaman bom serta meleddaknya,yang dapat menimbulkan kerusakan dan jatuhnya korban(meninggal atau luka-luka). D. Macam-macam Kejahatan Terorisme Kejahatan dalam islam masuk dalam kategori jarimah/jinayah yang sama-sama mempunyai arti perbuatan yang dilarang oleh agama dan bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu, kejahatan dalam hukum islam meliputi, pembunuhan(dengan sengaja tidak sengaja, dan semi sengaja), perampokan (hirabah), pencurian, pemberontakan, perzinaan (homoseks,lesbian, atau menuduh zina), pengkhianatan, persekongkolan, murtad dan seterusnya, dan semua bentuk kejahatan dalam hukum islam dapat digolongkan dalam 5 bagian yaitu : 1) Kejahatan terhadap agama 2) Kejahatab diri sendiri dan jiwa manusia 3) Kejahatan terhadap akal sehat 4) Kejahatan terhadap keturunan dan kehormatan manusia 5) Kejahatan terhadap harta benda Bentuk-bentuk jarimah hirabah,dapat terjadi dalam berbagai kasus antara lain : 1. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan mengadakan intimidasi, namun ia tidak mengambil harta dan tidak membunuh. 2. Seseorang berangkat dengan niat untuk mengambil harta dengan terang-terangan dan kemudian mengambil harta yang dimaksud tetapi tidak membunuh. 3. Seseorang berangkat dengan niat merampok, kemudian membunuh tapi tidak mengambil harta korban; 4. Seseorang berangkat untuk merampok kemudian ia mengambil harta dan membunuh pemiliknya. Sedangkan bentuk-bentuk terorisme menurut Torton sebagaimana dikutip oleh Azyumardi Azra, dapat dibagi menjadi 4 bagian : 1. Terorisme kriminal, yaitu penggunaan teror atau ancaman kekerasan secara sistematis untuk mencapai tujuan material. 2. Terorisme psikis, yaitu pengunaan teror atau ancaman kekerasan untuk menciptakan tujuan-tujuan mistik keagamaan ataupun tujuan magis. 3. Terorisme perang, yaitu pengunaan teror atau ancaman kekerasan yang mempunyai tujuan untuk melumpuhkan dan menghancurkan pertahanannya. 4. Terorisme politik, yaitu pengunaan teror atau kekerasan yang mempunyai tujuan-tujuan politik. Berdasarkan uraian diatas, bentuk-bentuk terorisme (hirabah) yang antara lain, menggunakan kekerasan fisik atau tanpa menggunakan kekerasan fisik (materi) atau mental (immateri) untuk menimbulkan ketakutan atau penindasan demi kepentingan (keuntungan) pribadi, kelompok, atau kepentingan politik atau non politik, merampok harta benda atau melakukan pembunuhan. E. Sanksi Tindak Pidana Terorisme Sanksi pidana dalam hukum islam disebut dengan al-‘uqubah yang berasal dari kata ‘aqabah yaitu sesuatu yang datang setelah yang lainnya, maksudnya adalah hukuman dapat dikenakan setelah adanya pelanggaran atas ketentuan hukuman, ‘Uqubah dapat dilakukan pada setiap orang yangmelakukankejahatan yang dapat dapat merugikan orang lain, baik yang dilakukan oleh orang muslim atau yang lainnya. Hukuman merupakan suatu cara pembebanan pertanggungjawaban pidana gunamemelihara ketertiban dan ketentraman masyarakat. Dalam penerapan hukuman terhadap hukuman terhadap kejahatan kemanusiaan disesuaikan dengan situasi dan kondisi ketika hukuman itu akan ditetapkan, maka dalam hukum Islam, hukuman digolongkan menjadi lima bagian : 1. Atas dasar pertautan hukuman yang satu dengan hukuman yang lainnya, dalam hal ini terbagi dalam empat bagian yang meliputi : a. Hukuman pokok ('uqubah asliyah) b. Hukuman pengganti (‘uqubah badaliyah) c. Hukuman tambahan (‘uqubah tabaliyah) d. Hukuman pelengkap (‘uqubah takmiliyah) 2. Atas dasar kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman yang terbagi dalam dua bagia yaitu : a. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi dan terendah b. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan terendah 3. Atas dasar hukuman yang telah ditentukan, terdiri dari : a. Hukuman keharusan ('uqubah lazimah) b. Hukuman pilihan (‘uqubah mukhayyarah) 4. Atas dasar tempat / sasaran dilakukannya hukuman yang terdiri dari: a. Hukuman badan b. Hukuman jiwa c. Hukuman harta 5. Atas dasar tindak pidana yang diberi ancaman hukuman, yang terdiri dari : a. Hukuman huddud yaitu hukuman yang ditetapkan atas tindak pidana hudud, seperti; zina, qadzaf, minum khamer, pencurian, hirabah, murtad dan pemberontakan. b. Hukuman qisas-diyat, yaitu hukuman yang ditetapkan atas tindak pidana qisas-diyat, yang terdiri dari; pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan dan menimbulkan luka-luka karena kesalahan. c. Hukuman kafarat yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagain tindak pidana qisos-diyat dan beberapa tindak pidana ta’zir, yang meliputi : pembunuhan, menyerupai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, perusakan puasa, perusakan ihram, melanggar sumpah, mengauli istri pada waktu datang bulan dan menggauli istri sesudah mendziharnya. d. Hukuman ta’zir yaitu hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana ta’zir. Hirabah atau perampokan atau terorisme, menurut al-Qur’an merupakan kejahatan yang sangat gawat, ia dilakukan oleh suatu kelompok atau seseorang bersenjata, dengan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya, yaitu menyebarluaskan kerusuhan atau kerusakan dimuka bumi, al-Qur’an menyebutnya dengan sebutan, “ munsuh Allah dan Rosulnya”, karena orang yang menyandang senjata untuk memerangi orang Islam, dengan beranggapan bahwa memerangi atau membunuh orang Islam tanpa alasan yang dapat dibenarkan adalah dosa besar. Sebagai salahsatu unsure terjadinya tindak kejahatan sebagai unsure moril, pertanggungjawaban tindak pidana harus meliputi; terdapatnya perbuatan yang dilarang, adanya kebebasan dalam berbuat atau tidak berbuat dan adanya kesadaran bahwa perbuatan itu mempunyai akibat tertentu. Dengan syarat orang yang melakukan perbuatan ini sudah baligh, bukan orang gila, tidak ada paksaan tidak ada unsure darurat dan sadar melakukan perbuatan yang terlarang. Dalam ayat suci al-Qur’an dijelaskan bahwa hukuman tindak kejahatan hirabah ataupun terorisme sebagaimana ditentukan dalam al-Qur’an, yaitu : إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ Berdasarkan ayat ini, ulama’ membagi hukuman bagi pelaku kejahatan perampokan yaitu kejahatan terorisme dalam empat hukuman sesuai dengan berat dan ringannya suatu tindak kejahatan yang dilakukannya, yaitu : 1. Dibunuh dan disalip, apabila mengambil harta dan melakukan pembunuhan 2. Dibunuh saja, apabila hanya membunuh dan tidak mengambil harta 3. Dipotong kaki dan tangan bersilang, apabila hanya menagambil harta dan tidak membunuh. 4. Dipenjarakan. Apabila hanya menakut-nakuti saja. Begitu juga orang-orang yang berbuat kerusakan dimuka bumi, para perusuh penggangu keamanan, pembuat kerusakan telah dikenai hukuman potong tangan dan kaki secara bersilang atau diusir dari daerahnya kediamannya. Tujuan diberlakukannya hukuman dalam Islam ini adalah demi memelihara, menjaga agama, nyawa, akal, keturunan dan harta manusia. Dengan demikian, apabila unsur-unsur tindak pidana terorisme dalam hukum pidana Islam adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan terror dan rasa takut, atau menimbulkan korban (mati atau luka-luka), atau menyebabkan kerusakan dimuka bumi, maka berdasarkan berdasarkan berat ringannya hukuman sebagaimana ditentukan dalam QS. Al-Maidah ayat 33 di atas, dapat dirumuskan bahwa sanksi tindak pidana terorisme menurut hukum pidana Islam adalah : 1. Hukuman mati, apabila pelaku tindak pidana terorisme melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan rasa takut, mengakibatkan kerusakan dimuka bumi dan menimbulkan korban (mati atau luka-luka) 2. Hukuman penjara, apabila pelaku tindak pidana terorisme melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan rasa takut, mengakibatkan kerusakan dimuka bumi. F. Pidana Terorisme Dari Sudut Pandang KUHP Pidana terorisme telah diatur dalam KUHP tentang pidana terorisme, tetapi pemakalah hanya akan mengemukakan pasal-pasal yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kejahatan terorisme, sama halnya ketika pemakalah mengambil pidana terorisme dari sudut pandang Fikih Jinayah. 1. BAB I (KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA) Pasal 106: Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ketangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. Pasal 107: (1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. Pasal 108: (1) Barangsiapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 1. Orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata; 2. Orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah dengan senjata. (2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. 2. BABVII (KEJAHATAN YANG MEMBAHAYAKAN KEAMANAN UMUM BAGI ORANG ATAU BARANG). Pasal 187 Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang; 2. Dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain. 3. Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika karena perbutan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati. 3. BAB XIX (KEJAHATAN TERHADAP NYAWA). Pasal 338: Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 340: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lan, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. 4. BAB XX (PENGANIAYAAN). Pasal 351: (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatn ini tidak dipidana. 5. BAB XXVII (MENGHANCURKAN ATAU MERUSAKKAN BARANG). Pasal 406: (1) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membuat tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Demikianlah pidana bagi kejahatan terorisme yang terdapat di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. BAB III KESIMPULAN Terorisme adalah perlawanan atau peperangan bukan pada militer melainkan terhadap orang-orang yang tidak berdosa dan masyarakat sipil. Teror adalah menakut-nakuti dan mengancam. Ia tidak bisa diterima oleh akal manusia dan tidak dibenarkan oleh agama. Kejahatan terorisme merupakan produk perilaku kebiadaban dan kebinatangan. Akibat yang ditimbulkan sangat terasa sebagi wujud pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Berdasarkan ketentuan berlakunya hukum pidana Islam terhadap setiap jarimah yang dilakukan di dar as-salam, teori Malik, asy-Syafi‘i dan Ahmad bin Hanbal dapat diberlakukan terhadap setiap orang yang melakukan kejahatan di wilayah dar as-salam tanpa melihat kewarganegaraan pelaku begitu juga terhadap kejahatan yang dilakukan penduduk dar as-salam di dar al-harb, ketentuan hukum Islam senantiasa dapat diberlakukan berdasarkan ke-Islaman pelaku maupun akad zimmah. DAFTAR PUSTAKA  Munajat, Makhrus. 2004. Dekontruksi Hukum Pidana Islam. Yogjakarta: Logung pustaka  Juhaya S Praja dan Ahmad Syihabudin. 1982. Delik Agama Dalam Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Angkasa  Hanafi, Ahmad. 1990. Azas-Azas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang  Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam,Penegakan Syari’ah Dalam Wacana dan Agenda. Jakarta:Gema Insani Presss  I Doi, Abdurrahman. 1992. Tindak Pidana dalam Syari’ah Islam, alih bahasa Wadi Masturi Basri Iba Asghari Jakarta: PT. Rineka Cipta  Ash-Shiddiqi, Hasby. 1953. Mutiara Hadist. cet. I, Jakarta: Bulan Bintang.  Al-Ruhaili, Ruwa’i. 1994. Fiqih Umar, cet. I. Jakarta: Pustaka al-Kausar  Noerwahidah, 1997. Pidana Mati Dalam Hukum Islam, cet.I. Surabaya: al-Ikhlas  Malik, Abdul. 2001. Hukum Pidana Islam di Indonesia, Peluang. Prospek dan Tantangan, cet.I, Pejaten Barat: Pustaka Firdaus  Soerodibroto, Soenarto. 2003. KUHP DAN KUHAP. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi. II. Jakarta: Balai Pustaka  Hadi Al-Mudkhali, Zaid bin Muhammad . 2002.Terorisme dalam Tinjauan Islam, Terj. Jakarta: Maktabah Salafy Press  Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) cet. I. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar